KECERDASAN EMOSIONAL
Makalah ini Di Susun untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
‘’Metode Pengembangan Sosial’’
Dosen Pengampu: Sri Dwi Astuti, M.Pd.I
![]() |
PROPOSAL SKRIPSI
Disusun
O
L
E
H:
Nama :
Nim :
Jurusan : TARBIYAH
Program studi : Pendidikan Guru
Raudatul Atfal
PENDIDIKAN GURU RAUDATUL ATFAL (PGRA)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
TAHUN 2015
I.
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
merupakan sebuah media sosial tempat para peserta didik melakukan kegiatan
interaksi sesamateman sebaya, dan merupakan salah satu media pembelajaran serta
pengembangan sikap. Peserta didik yang umumnya terdiri dari individu yang masih
berada pada usia transisi antara anak-anak menuju dewasa, terdapat
banyak perubahan psikologis yang terjadi. Salah satu perubahan yang
menonjol adalah perubahan emosional peserta didik. Hal tersebut merupakan hal
yang alamiah dan wajar. Namun, perlu dikendalikan dan diawasi, karena tiap
individu memiliki kecerdasan emosional yang bervariasi.
Mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, adalah bagian
dari tujuan dilaksanakannya pendidikan. Untuk mencapai tujuan tersebut, sudah
pasti tidak semudah yang dibayangkan. Sebab secara formal, proses pendidikan
itu sendiri harus dilalui dengan penjenjangan yang boleh dikatan relatif
melelahkan namun berdampak positif terhadap pembentukan karakter seseorang,
bahkan jati diri bangsa di sebuah negara.
Kecerdasan emosi adalah bekal
terpenting dalam mempersiapkan peserta didik menyongsong masa depan yang penuh
dengan tantangan. Peserta didik yang mempunyai masalah dalam kecerdasan
emosional, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan tidak dapat mengontrol
emosinya, sehingga jauh dari nilai-nilai yang diharapkan dalam pendidikan.
Sebaliknya, peserta didik yang memiliki
kecerdasan emosional akan membentuk peserta didik yang berkarakter sesuai
dengan nilai-nilai pada pendidikan berkarakter. Kecerdasan emosional dapat
ditunjukkan melalui kemampuan seseorang untuk menyadari apa yang dia dan orang
lain rasakan.
II. PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kecerdasan Emosional
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere,
yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan
bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.
Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates.
Menurut Descrates, emosi terbagi atas: Desire (hasrat), hate
(benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy
(kegembiraan). Sedangkan, JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu: fear
(ketakutan), Rage (kemarahan), Love (cinta).
Kecerdasan emosional atau yang biasa
dikenal dengan EQ (bahasa Inggris: emotional quotient) adalah kemampuan
seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya
dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan
terhadap informasikan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen)
mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan.
Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan
kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa
kecerdasan emosional dua kali lebih penting dari pada kecerdasan intelektual
dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang.[1] Kecerdasan
emosional (EI) merupakan istilah yang belum lama dikenal baik di dunia
psikologi dan sosial pada umumnya. Sebagai sandingan IQ (intelligence
Quotient), aspek terpenting EI berada pada mental dan emosi.[2]
Kecerdasan emosional dapat
dikatakan sebagai kemampuan psikologis yang telah dimiliki oleh setiap
individu sejak lahir. Namun, tingkatan kecerdasar emosional tiap
individu berbeda, ada yang menonjol ada pula tingkat perkembangan emosionalnya
rendah.
Kecerdasan emosional adalah
kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dalam intelegence, menjaga
keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.[3]
Kecerdasan emosional dapat
menjadikan peserta didik memiliki sikap, diantaranya:
1.
Jujur, disiplin, dan tulus pada diri sendiri, membangun
kekuatan dan kesadaran diri,
mendengarkan suara hati, hormat dan tanggung jawab;
2.
Memantapkan diri, maju terus, ulet, dan membangun
inspirasi secara berkesinambungan;
3.
Membangun watak dan kewibawaan,meningkatkan potensi, dan
mengintegrasi tujuan belajar ke dalam tujuan hidupnya
4.
Memanfaatkan peluang dan menciptakan masa depan yang
lebih cerah.[4]
Jadi dapat diartikan
bahwa Kecerdasan Emosi atau Emotional Quotation (EQ) meliputi kemampuan
mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang emosi dan kemampuan
untuk mengatur dan mengendalikannya. Kecerdasan emosi dapat
juga diartikan sebagai kemampuan Mental yang membantu kita mengendalikan dan
memahami perasaan-perasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada kemampuan
untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut.
B.
Aspek-aspek dalam kecerdasan emosional
Ada beberapa aspek dalam meningkatkan kecerdasan
emosional, diantara adalah sebagai berikut:[5]
1.
Mengenali
emosi diri
Keterampilan ini meliputi kemampuan anda untuk
mengidentifikasi apa yang sesungguhnya anda rasakan. Setiap kali suatu emosi
tertentu muncul dalam pikiran, Anda harus dapat menangkap pesan apa yang ingin
disampaikan. Berikut adalah beberapa contoh pesan dari emosi: takut, sakit
hati, marah, frustasi, kecewa, rasa bersalah, kesepian.
2.
Melepaskan
emosi negatif
Keterampilan ini
berkaitan dengan kemampuan anda untuk memahami dampak dari emosi negatif
terhadap diri anda. Sebagai contoh keinginan untuk memperbaiki situasi ataupun
memenuhi target pekerjaan yang membuat Anda mudah marah ataupun frustasi
seringkali justru merusak hubungan Anda dengan bawahan maupun atasan serta
dapat menyebabkan stres. Jadi, selama anda dikendalikan oleh emosi negatif Anda
justru anda tidak bisa mencapai potensi terbaik dari diri anda. Solusinya,
lepaskan emosi negatif melalui teknik pendayagunaan pikiran bawah sadar
sehingga anda maupun orang-orang di sekitar Anda tidak menerima dampak negatif
dari emosi negatif yang muncul.
3.
Mengelola
emosi diri sendiri
Anda jangan pernah
menganggap emosi negatif atau positif itu baik atau buruk. Emosi adalah sekedar
sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk mengatasi penyebab munculnya
perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan hasil akhir dari kejadian atau
peristiwa. Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat
membantu Anda mencapai kesuksesan.
4.
Memotivasi
diri sendiri
Menata
emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat penting
dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi dan menguasai diri
sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional menahan diri terhadap
kepuasan dan mengendalikan dorongan hati--adalah landasan keberhasilan dalam
berbagai bidang.
Ketrampilan
memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala
bidang. Orang-orang yang memiliki ketrampilan ini cenderung jauh lebih produktif
dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.
5.
Mengenali
emosi orang lain
Mengenali
emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang
lain. Penguasaan ketrampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi
dengan orang lain. Inilah yang disebut sebagai komunikasi empatik. Berusaha
mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Ketrampilan ini merupakan dasar
dalam berhubungan dengan manusia secara efektif.
6.
Mengelola
emosi orang lain
Jika
ketrampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan antar
pribadi, maka ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam
membina hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua
hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antar
manusia.
Ketrampilan
mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat
mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antar pribadi yang
kokoh dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antar korporasi atau organisasi
sebenarnya dibangun atas hubungan antar individu. Semakin tinggi kemampuan
individu dalam organisasi untuk mengelola emosi orang lain.
7.
Memotivasi
orang lain
Ketrampilan
memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari ketrampilan mengenali dan mengelola
emosi orang lain. Ketrampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan
kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang
lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan
membangun kerja sama tim yang tangguh dan andal.
C.
Faktor yang mempengaruhi kecerdasan
emosional
Secara
umum ada dua faktor yanng mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu:[6]
1. Faktor internal,
merupakan faktor yang timbul dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh
keadaan otak emosional seseorang. Otak emosional dipengaruhi oleh amygdala,
neokorteks, sistem limbik, lobus prefrontal dan hal-hal
yang berada pada otak emosional.
2. Faktor eksternal,
merupakan faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi atau mengubah
sikap pengaruh luar yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara
kelompok, antara individu dipengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat
bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara misalnya media massa baik cetak
maupun elektronik serta informasi yang canggih lewat jasa satelit.
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosional yaitu:[7]
1.
Factor
psikologis
Faktor psikologis
merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor internal ini
akan membantu individu dalam mengelola, mengontrol, mengendalikan dan
mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi dalam perilaku
secara efektif. Menurut Goleman kecerdasan emosi erat kaitannya dengan keadaan
otak emosional. Bagian otak yang mengurusi emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak
jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas
pengaturan emosi dan impuls. Peningkatan kecerdasan emosi secara fisiologis
dapat dilakukan dengan puasa. Puasa tidak hanya mengendalikan dorongan fisiologis
manusia, namun juga mampu mengendalikan kekuasaan impuls emosi. Puasa
yang dimaksud salah satunya yaitu puasa sunah Senin
Kamis.
2.
Factor
pelatihan emosi
Kegiatan yang
dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan kebiasaan, dan kebiasaan rutin
tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada pembentukan nilai (value).
Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan berkembang menjadi suatu
kebiasaan. Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa dilatih. Melalui
puasa sunah Senin Kamis, dorongan,
keinginan, maupun reaksi emosional yang negatif dilatih agar tidak dilampiaskan
begitu saja sehingga mampu menjaga tujuan dari puasa itu sendiri. Kejernihan
hati yang terbentuk melalui puasa sunah Senin
Kamis akan menghadirkan suara hati yang jernih sebagai landasan penting bagi
pembangunan kecerdasan emosi.
3.
Faktor
pendidikan
Pendidikan dapat
menjadi salah satu sarana belajar individu untuk mengembangkan kecerdasan
emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan bagaimana
mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi
juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem
pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada kecerdasan akademik
saja, memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta menjadikan ajaran agama
sebagai ritual saja. Pelaksanaan puasa sunah Senin Kamis yang
berulang-ulang dapat membentuk pengalaman keagamaan yang memunculkan kecerdasan
emosi. Puasa sunah Senin Kamis mampu
mendidik individu untuk memiliki kejujuran, komitmen, visi, kreativitas,
ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan, peguasaan diri atau
sinergi, sebagai bagian dari pondasi kecerdasan emosi.
D.
Mengembangkan Kecerdasan Emosional
dalam Pelajaran
Agar
pembelajaran berlangsung optimal dan menghasilkan hasil belajar yang maksimal
ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan emosi dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut:[8]
1.
Menyediakan lingkungan yang kondusif.
Agar pembelajaran berlangsung optimal dan
menghasilkan hasil belajar anak didik yang maksimal lingkungan harus kondusif.
Lingkungan kondusif seperti jumlah peserta didik dalam suatu kelas tidak
terlalu banyak. Letak sekolah jauh dari keramaian, seperti dekat pasar karena
suara hiruk pikuk pasar menganggu kosentrasi pembelajaran, kelas yang bersih
dan lain–lain.
2.
Menciptakan iklim pembelajaran yang demokratis.
Secara etimologis, demokrasi berasal
dari yunani yakni demos
berarti rakyat dan cratein yakni memerintah. Dilihat dari asal katanya, demokrasi
berarti pemerintahan oleh rakyat, dilaksanakan oleh rakyat, dan untuk
kepentingan rakyat. Demokrasi memiliki beberapa unsur penting yakni asas
kemedekaan, asasa persamaan, dan asas persaudaraan. Demokrasi dalam pembelajaran bertujuan untuk
melahirkan komitmen bersama bahwa pendidik dan anak didik memiliki posisi yang
sedang belajar bersama sehingga kelas menjadi tempat yang menyenangkan bagi
anak didik sehingga mereka dapat leluasa dalam mengatualisasikan dirinya.
Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam
menciptakan iklim demokrasi dalam pembelajaran adalah menempatkan kelas sebagai
ruang belajar yang mendidik, memberi kepuasan tersendiri tidak lagi seperti
penjara yang banyak melakukan penindasan. Karena ketika anakdidik masuk ke
ruang kelas, mereka terkadang malas karena ada beberapa faktor diantaranya:
a.
Pola mengajar yang dijalankan oleh pendidik sangat otoriter
sehingga anak didik harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh guru.
b.
Model pembelajaran yang membosankan hingga anak didik
merasa jenuh dan tidak memiliki semangat.
c.
Pendidik tidak memberikan ruang bagi anak didik untuk
menyampaikan pendapat mengenahi persoalan dalam pelajaran yang sedang dibahas.
d.
Pendidik menganggap dirinya paling pintar dan mengetahui
bahan pelajaran yang disampaikan sehingga anak didik tidak perlu berkomentar
apapun.
3.
Mengembangkan sikap empati, dan merasakan apa yang
dirasakan oleh peserta didik.
Empati atau kecakapan sosial adalah kemampuan dapat
merasakan apa yang dirasakan orang lain. Dalam hal pembelajaran seorang
pendidik harus merasakan atu peka terhadap apa yang dirasakan oleh anak didik,
misalnya jika anak didik merasa jenuh dalam pembelajaran, hendakya pendidik
bisa membuat suasana lebih ceria dan menyenangkan sehingga anak didik dapat
melaksanakan pembelajaran dengan baik. Membantu peserta didik menemukan solusi
dalam setiap masalah yang dihadapinya. Masalah yang dihadapi anak didik bukan
hanya masalah sekolah (pelajaran) saja, bisa juga masalah pribadi.
Disini
pendidik diharapkan dapat membantu anak didik dalam membantu menemukan solusi
masalah yang dihadainya, sehingga tercipta kedekatan antara pendidik dan anak
didik yang secara tidak langsung anak didik dapat menghargai apa yang
disampaikan oleh (materi pelajaran) sehingga hasil belajra yang diperoleh juga
optimal.
4.
Melibatkan peserta didik secara optimal dalam
pembelajaran, baik secara fisik, sosial maupun emosional.
Agar
pembelajaran dapat optimal dalam proses belajar mengajar perlu juga melibatkan
peserta didik baik secara fisik, sosial maupun emosional. Secara fisik, seperti
peserta didik disuruh mengerjakan soal di depan kelas, sedangkan secara sosial
misalnya dilakukan diskusi kelompok. Dan secara emosional anak didik saling
berinteraksi dengan sesama teman dan pendidik dalam pembelajaran.
5.
Merespon setiap prilaku peserta didik secara positif, dan
menghindari respon negatif.
Agar pembelajaran berlangsung optimal
dan menghasilkan hasil belajar yang optimal seorang pendidik dapat menanggapi
atau merespon prilaku peserta didik apabila mereka mengalami kesulitan dalam
mengerjakan soal yang diberikan, dan tidak berkata dengan kata–kata yang
menyinggung perasaan mereka seperti” mengerjakan begitu saja tidak bisa “. Hal
itu mengakibatkan anak didik menjadi putus asa dan tidak mau berusaha
menyelesaikan soal yang diberikan.
Disamping itu, pendidik juga bisa memberikan
pujian (reward) ketika anak didik dapat menyelesaikan
tugasnya dengan baik dan memberi dukungan pada peserta didik jika mereka belum
bisa mengerjakan soal dengan baik.
6.
Menjadi teladan dalam menegakkan aturan dan disiplin
dalam pembelajaran.
Disiplin
dalam pembelajaran seperti tidak terlambat pada waktu masuk kelas dan menaati
peraturan yang telah disepakati bersama. Pendidik harus bisa menjadi teladan
dalam menegakkan disiplin bukan hanya kata–kata belaka. Karena keteladanan
dapat mempengaruhi prilaku dan tindaka peserta didik tanpa banyak kata–kata.
Anak didik sekarang umumnya lebih senang melihat teladan daripada diceramahi
panjang lebar.
III.
KESIMPULAN
Kecerdasan emosi adalah
bekal terpenting dalam mempersiapkan peserta didik menyongsong masa depan yang
penuh dengan tantangan. Peserta didik yang mempunyai masalah dalam kecerdasan
emosional, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan tidak dapat mengontrol
emosinya, sehingga jauh dari nilai-nilai yang diharapkan dalam pendidikan.
Sebaliknya, peserta didik yang memiliki
kecerdasan emosional akan membentuk peserta didik yang berkarakter sesuai
dengan nilai-nilai pada pendidikan berkarakter. Kecerdasan emosional dapat
ditunjukkan melalui kemampuan seseorang untuk menyadari apa yang dia dan orang
lain rasakan.
Kecerdasan emosional atau
yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris: emotional quotient) adalah
kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi
dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada
perasaan terhadap informasikan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen)
mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan.
Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting
dengan kecerdasan intelektual (IQ).
DAFTAR PUSTAKA
Bradberry dan Graeaves, 2009. Taklukan
Emosimu: The Way of Emotional Quotient for Your Better Life. Jogjakarta: Garailmu.
Goleman, 2000. Kecerdasan Manusia. Jakarta:
Gramedia.
Maliki, S. 2009. Manajemen Pribadi Untuk
Kesuksesan Hidup. Yogyakarta: Kertajaya.
Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta : PT Grasindo.
[3] Goleman, Kecerdasan Manusia. (Jakarta:
Gramedia, 2000), hal. 180.
[4] Prayitno. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. (Jakarta : PT Grasindo, 2009),
hal. 162.
[5] Goleman, Kecerdasan Manusia. (Jakarta:
Gramedia, 2000), hal. 58.
[6] Maliki, S. Manajemen Pribadi Untuk
Kesuksesan Hidup.(Yogyakarta: Kertajaya, 2009), hal. 25.
[7] Goleman, Kecerdasan Manusia. (Jakarta:
Gramedia, 2000), hal. 267-282.
[8] Bradberry dan Graeaves, Taklukan Emosimu: The
Way of Emotional Quotient for Your Better Life, (Jogjakarta: Garailmu, 2009),
hal. 158-162.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar