Nasab dan Keluarga Nabi |
|
Nasab Nabi 1. Bagian yang disepakati kebenarannya oleh para pakar biografi dan nasab, yaitu sampai Adnan. 2. Bagian yang mereka perselisihkan, yaitu antara nasab yang tidak diketahui secara pasti dan nasab yang hams dibicarakan, tepatnya Adnan ke alas hingga Ibrahim Alaihis-Salam. 3. Bagian yang sarna sekali tidak kita ragukan bahwa di dalamnya ada hal-hal yang tidak benar, yaitu Ibrahim ke atas hingga Adam. Di bagian terdahulu sudah kita singgung sedikit tentang masalah ini. Inilah rincian dari tiga bagian tersebut. Bagian pertama: Muhammad, bin Abdullah bin Abdul-Muththalib (yang namanya Syaibah), bin Hasyim (yang namanya Amru), bin Abdu Manaf (yang namanya AI-Mughirah), bin Qushay (yang namanya Zaid), bin Kilab, bin Murrah, bin Ka'b, bin Lu'ay, bin Ghalib, bin Fihr (yang berjuluk Quraisy dan menjadi cikal bakal nama kabilah), bin Malik, bin An-Nadhr (yang namanya Qais), bin Kinanah, bin Khuzaimah, bin Mudrikah (yang namanya Amir), bin Ilyas, bin Mudhar, bin Nizar, bin Ma'ad, bin Adnan. Bagian kedua: Adnan dan seterusnya, yaitu bin Ud, bin Hamaisa', bin Sa1aman, bin Aush, bin Bauz, bin Qimwa1, bin Ubay, bin Awwam, bin Nasyid, bin Haza, bin Baldas, bin Yadlaf, bin Thabikh, bin Jahim, bin Nahisy, bin Makhy, bin Aidh, bin Abqar, bin Ubaid, bin Ad-Da' a, bin Hamdan, bin Sinbar, bin Yatsriby, bin Yahzan, bin Yalban, bin Ar'awy, bin Aidh, bin Daisyan, bin Aishar, bin Afnad, bin Aiham, bin Muqshir, bin Nahits, bin Zarih, bin Sumay, bin Muzay, bin Iwadhah, bin Aram, bin Qaidar, bin Isma'il, bin Ibrahim. Bagian ketiga: Ibrahim dan seterusnya, yaitu bin Tarih (yang namanya Azar), bin Nahur, bin Saru' atau Sarugh, bin Ra'u, bin Falakh, bin Aibar, bin Syalakh, bin Arfakhsyad, bin Sam, bin Nuh Alaihis-Salam, bin Lamk, bin Matausyalakh, bin Akhnukh atau Idris Alaihis-Salam , bin Yard, bin Mahla'il bin Qainan, bin Yanisya, bin Syaits, bin Adam Alaihis-Salam. Keluarga Nabi Keluarga Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dikenal dengan sebutan keluarga Hasyimiyah, yang dinisbatkan kepada kakeknya, Hasyim bin Abdu M'anaf. Oleh karena itu ada baiknya jika menyebutkan sekilas tentang keadaan Hasyim dan keturunan sesudahnya. 1. Hasyim. Sebagaimana yang sudah kita sebutkan di atas, Hasyim adalah orang yang memegang urusan air minum dan makanan dari Bani Abdu Manaf, tepatnya tatkala Bani Abdu Manaf mengikat perjanjian dengan Bani Abdi-Dar dalam masalah pembagian kedudukan di antara keduanya. Hasyim sendiri adalah orang yang kaya raya dan tehormat. Dialah orang pertama yang memberikan remukan roti bercampur kuah kepada orang-orang yang menunaikan hajj di Makkah. Nama aslinya adalah Amru. Dia dipanggil Hasyim karena suka meremukkan roti. Dia juga orang pertama yang membuka jalur perjalanan dagang dua kali dalam setahun bagi orang-orang Quraisy, yaitu sekali pada musim dingin dan sekali pada musim kemarau. Seorang penyair., berkata tentang hal ini, "Amru yang meremukkan roti bagi kaumnya kaum Makkah yang tertimpa musim kering kerontang dia tetapkan dua kali perjalanan untuk niaga sekali perjalanan musim kemarau dan penghujan. " Di antara momen kehidupannya, dia pernah pergi ke Syam untuk berdagang. Setiba di Madinah, dia menikahi Salma binti Amru, dari Bani Ady bin An-Najjar dan menetap di sana bersama istrinya itu. Lalu dia melanjutkan perjalanannya ke Syam, sementara istrinya tetap bersama keluarganya, yang saat itu sedang mengandung anaknya, Abdul-Muththalib. Namun Hasyim meninggal dunia setelah menginjakkan kaki di Palestina. Sementara Salma melahirkan Abdul-Muththalib pada tahun 497 M, dengan nama Syaibah, karena ada rambut putih (uban) di kepalanya. Adapun pengasuhan selanjutnya diserahkan kepada bapak Salma di Yatsrib. Sementara tak seorang pun dari keluarga Hasyim di Makkah yang merasakan kehadiran Abdul-Muththalib. Hasyim mempunyai empat putra: Asad, Abu Shaify, Nadhlah dan Abdul-Muththalib: dan lima putri: Asy- Syifa', Khalidah, Dha'ifah, Ruqayyah dan Jannah. 2.Abdu Manaf Seperti yang sudah kita singgung di bagian terdahulu, penanganan air minum dan makanan sepeninggal Hasyirn ada di tangan saudaranya, Al- Muththalib bin Abdi Manaf, seorang laki-laki yang terpandang, dipatuhi dan terhormat di tengah kaumnya, yang dijuluki orang-orang Quraisy dengan sebutan Al-Fayyadh (Sang dermawan), karena dia memang seorang yang dermawan. Tatkala Al-Muththalib mendengar bahwa Syaibah (Abdul-Muththalib) sudah tumbuh menjadi seorang pemuda atau lebih tua lagi, maka dia mencarinya. Setelah keduanya saling berhadapan, kedua mata Al-Muththalib meneteskan air mata haru, lalu dia pun memeluknya dan dia bermaksud membawanya. Namun Abdul-Muththalib menolak ajakan itu kecuali jika ibunya mengizinkan. Maka Al-Muththalib memohon kepada ibu Abdul-Muththalib. Namun permohonan itu juga ditolak. "Sesungguhnya dia akan pergi ke tengah kerajaan bapaknya dan tanah suci Allah," kata Al-Muththalib mengajak. Akhirnya ibunya mengizinkan. Maka Abdul-Muththalib dibawa ke Makkah dengan diboncengkan di atas ontanya. Sesampai di Makkah, orang-orang berkata, "Inilah dia Abdul-Muththalib." Al-Muththalib berkata, "Celakalah kalian. Dia adalah anak saudaraku, Hasyim." Abdul-Muththalib menetap di rumah Al-Muththalib hingga menjadi besar. Kemudian Al-Muththalib meninggal dunia di Yaman. Maka Abdul- Muththalib menggantikan kedudukannya. Dia hidup di tengah kaumnya dan memimpin mereka seperti yang dilakukan bapak-bapaknya terdahulu. Dia mendapat kehormatan yang tinggi di tengah kaumnya, yang tidak pernah diperoleh bapak-bapaknya. Dia dicintai kaumnya dan diagungkan.Namun Naufal (adik bapak Abdul-Muththalib atau pamannya sendiri) merebut sebagian wilayah kekuasaannya, yang membuat Abdul- Muththalib marah. Maka dia meminta dukungan kepada beberapa pemimpin Quraisy untuk menghadapi pamannya. Namun mereka berkata, "Kami tidak ingin mencampuri urusan antara dirimu dan pamanmu." Maka dia menulis surat yang ditujukan kepada paman-paman dari pihak ibunya, Bani An-Najjar, berisi beberapa bait syair yang intinya meminta pertolongan kepada mereka. Salah seorang pamannya, Abu Sa'd bin Ady membawa delapan puluh pasukan berkuda, lalu singgah di pinggiran Makkah. Abdul-Muththalib menemui pamannya di sana dan berkata, "Mari singgah ke rumahku wahai paman!" "Tidak, demi Allah, kecuali setelah aku bertemu Naufal," kata pamannya. Lalu Abu Sa'd mencari Naufal, yang saat itu sedang duduk di Hijir bersama beberapa pemuka Quraisy. Abu Sa'd langsung menghunus pedang dan berkata, "Demi penguasa Ka'bah, jika engkau tidak mengembalikan wilayah kekuasaan anak saudariku, maka aku akan menebaskan pedang ini ke batang lehermu." ' "Aku sudah mengembalikannya," kata Naufal.Pengembalian ini dipersaksikan para pemuka Quraisy, baru setelah itu Abu Sa'd mau singgah di rumah Abdul-Muththalib dan menetap di sana selama tiga hari. Setelah itu dia melaksanakan umrah lalu pulang ke Madinah. Melihat perkembangan ini, Naufal mengadakan perjanjian persahabatan dengan Bani Abdi Syams bin Abdi Manaf untuk menghadapi Bani Hasyim. Bani Khuza'ah yang melihat dukungan Bani An-Najjar terhadap Abdul-Muththalib, maka mereka berkata, "Kami juga melahirkannya sebagaimana kalian telah melahirkannya. Oleh karena itu kami juga lebih berhak mendukungnya. " Hal ini bisa dimaklumi, karena ibu Abdi Manaf berasal dari keturunan mereka. Maka mereka memasuki Darun-Nadwah dan mengikat perjanjian persahabatan dengan Bani Hasyim untuk menghadapi Bani Abdi Syams yang sudah bersekutu dengan Naufal. Perjanjian persahabatan inilah yang kemudian menjadi sebab penaklukan Makkah. Di antara peristiwa penting yang terjadi di Baitul-Haram semasa Abdul-Muththalib adalah penggalian sumur Zamzam dan peristiwa pasukan gajah. Ceritanya secara ringkas dari peristiwa pertama, pada awal mulanya dia bermimpi disuruh menggali lagi sumur Zarnzam dan mencari tempatnya. Maka dia pun melaksanakan perintah dalam mimpi itu. Ternyata di dalamnya dia mendapatkan berbagai benda berharga yang dulu pernah dipendam orang-orang Jurhum tatkala sedang berkuasa. Benda-benda itu berupa beberapa buah pedang, baju perang dan dua pangkal pelana, yang semuanya terbuat dari emas. Kemudian dia menjadikan pedang-pedang itu sebagai pintu Ka'bah dan memasang dua buah pangkal pelana di pintu itu. Abdul-Muththalib tetap menangani urusan air minum dari Zarnzam bagi orang-orang yang menunaikan haji. Tatkala sumur Zamzam itu ditemukan kembali oleh Abdul-Muththalib, maka orang-orang Quraisy ingin ikut campur tangan menanganinya. Mereka berkata, "Kami ingin bersekutu." "Tidak bisa. Ini adalah urusan yang secara khusus ada di tanganku," kata Abdul-Muththalib. Dia tidak mau menyerahkan begitu saja masalah ini kepada mereka kecuali setelah menyerahkan keputusan kepada seorang dukun wanita dari Bani Sa' d. Mereka tidak akan pulang kecuali setelah Allah menunjukkan jalan bahwa Abdul-Muththaliblah yang memang berhak menangani Zarnzam. Pada saat itu pula Abdul-Muththalib bernadzar, jika Allah memberinya sepuluh anak laki-laki, dan setelah mereka besar dia tidak lagi mempunyai anak, maka dia akan mengorbankan (menyembelih) salah seorang di antara mereka di hadapan Ka 'bah. Ringkasan kisah yang kedua, bahwa Abrahah Ash-Shabbah AI- Habsy, gubernur yang berkuasa di Yarnan dari Najasy, membangun sebuah gereja yang sangat besar di Shan'a', karena dia melihat Bangsa Arab yang melaksanakan hajj di Ka 'bah. Dengan adanya gereja yang sangat besar itu dia menginginkan untuk mengalihkan pusat kegiatan haji ke sana. Seseorang dari Bani Kinanah mendengar niat Abrahah ini. Maka selagi tengah malam dan dengan cara mengendap-endap, dia masuk ke dalam gereja dan melumurkan kotoran ke pusat kiblatnya. Tentu saja Abrahah amat murka setelah mengetahui hal ini. Dengan membawa segelar pasukan yang jumlahnya mencapai enam puluh ribu prajurit, dia menuju Ka 'bah untuk menghancurkannya. Untuk kendaraannya, dia memilih seekor gajah yang paling besar, di samping sembilan atau tiga belas ekor gajah yang lain di tengah pasukannya. Sesampai di dekat Makkah, Abrahah mempersiapkan pasukannya dan gajahnya, siap untuk menginvasi Makkah. Setibanya di Wadi Mahsar, yaitu antara Muzdalifah dan Mina, tiba-tiba gajahnya menderum dan tak mau bangkit lagi mendekati Ka 'bah. Setiap kali mereka mengalihkannya ke arah selatan, utara, timur atau barat yang berlawanan dengan arah Ka 'bah, gajah itu mau berdiri dan hendak lari. Namun jika dialihkan ke arah Ka 'bah lagi, maka dia pun menderum. Tatkala keadaan mereka seperti itulah Allah mengirimkan burung-burung Ababil di atas mereka, lalu menjatuhkan batu-batu dari tanah yang panas, sehingga mereka tak ubahnya daun-daun yang dimakan ulat. Burung-burung itu menyerupai Khathathif dan Balsan. Setiap burung membawa tiga biji batu yang dipatuknya, dan dua batu di kedua kakinya, yang besarnya seperti biji kacang. Batu-batu itu tidak menimpa salah seorang di antara mereka, melainkan sendi-sendi tulangnya terlepas dan tak lama kemudian dia pun mati. Tidak semuanya terkena batu-batu itu. Akhirnya mereka serabutan melarikan diri, sebagian menabrak sebagian yang lain hingga banyak yang jatuh terinjak-injak dan mereka mati berserakan. Tentang Abrahah sendiri, Allah mengirim penyakit kepadanya, sehingga sendi-sendi tulangnya terlepas sendiri-sendiri. Setibanya di Shan'a' dia tak ubahnya anak burung, dadanya terbelah hingga menampakkan jantungnya, lalu dia pun mati. Sementara saat itu orang-orang Quraisy berpencar-pencar menjadi beberapa kelompok dan mengungsi ke atas gunung, karena takut terhadap invasi pasukan Abrahah. Setelah pasukan Abrahah mengalami kejadian seperti itu, mereka pun kembali lagi ke rumah dalam keadaan selamat dan aman. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram, lima puluh atau lima puluh lima hari sebelum kelahiran Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, atau tepatnya pada akhir bulan Februari atau awal bulan Maret 571 M. Peristiwa ini merupakan prolog yang dibukakan Allah untuk Nabi dan Bait-Nya. Sebab selagi pandangan kita terarah ke Baitul-Maqdis, maka kita akan melihat musuh-musuh Allah yang musyrik menguasai kiblat ini, sekalipun rakyatnya orang-orang Muslim, seperti peristiwa Bukhtanashar pada tahun 587 SM. dan orang-orang Romawi pada tahun 70 M. Tetapi Ka'bah tidak pernah dikuasai orang-orang Nasrani (yang saat itu mereka disebut orang-orang Muslim), sekalipun penduduknya orang-orang Musyrik. Kabar tentang peristiwa ini cepat menjalar ke wilayah-wilayah yang sudah maju pada zaman itu. Habasyah saat itu mempunyai hubungan yang kuat dengan Bangsa Romawi. Sementara Bangsa Persi juga masih memiliki akar yang kuat. Mereka selalu mengintip apa pun yang dilakukan Bangsa Romawi dan sekutu-sekutunya. Oleh karena itu orang-orang Persi segera pergi ke Yaman setelah peristiwa itu. Dua pemerintahan ini (Persi dan Romawi) merupakan dua kekuatan yang maju dan beradab di dunia saat itu. Maka peristiwa ini langsung pengalihkan perhatian dunia dan sekaligus menunjukkan kemuliaan Baitullah, yang telah dipilih Allah untuk sebuah pensucian. Jadi, jika ada di antara penduduknya yang bangkit menyatakan nubuwan, maka itu merupakan inti yang dituntut dari peristiwa ini, dan sekaligus merupakan penafsiran dari hikrnah yang tersembunyi, mengapa ada pertolongan dari Allah, orang-orang Musyrik yang berhadapan dengan orang-orang yang memiliki iman, yang semuanya berjalan tanpa bisa dijangkau alam kausalitas. Abdul-Muththalib mempunyai sepuluh anak laki-laki: Al-Harits, Az-Zubair, Abu Thalib, Abdullah, Hamzah, Abu Lahb, Al-Ghaidaq, Al-Muqawwim, Shaffar, Al-Abbas. Ada yang berpendapat, anaknya ada sebelas, yaitu ditambah Qatsam. Ada pula yang berpendapat, anaknya ada tiga belas. Mereka yang berpendapat seperti ini menambahkan Abdul- Ka'bah dan Hajla. Ada yang berpendapat, Abdul-Ka'bah adalah Al-Muqawwim, dan Hajla adalah Al-Ghaidaq. Sementara itu, tak seorang di antara anak-anaknya yang bernama Qatsam. Sedangkan anak putrinya ada enam: Ummul-Hakim atau Al-Baidha', Barrah, Atikah, Shafiyyah, Arwa dan Umaimah. 3. Abdullah. ' Dia adalah bapak Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ibunya adalah Fathimah binti Amr bin A 'idz bin Imran bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah. Abdullah adalah anak Abdul-Muththalib yang paling bagus dan paling dicintainya. Abdullah inilah yang mendapat undian untuk disembelih dan dikorbankan sesuai dengan nadzar Abdul-Muththalib. Ringkasnya, tatkala anak-anaknya sudah berjumlah sepuluh orang dan tahu bahwa dia tidak lagi mempunyai anak, maka dia memberitahukan nadzar yang pernah diucapkannya kepada anak-anaknya. Ternyata mereka patuh. Kemudian dia menulis nama-nama mereka di anak panah untuk diundi, lalu diserahkan kepada patung Hubal. Setelah anak-anak panah itu dikocok, keluarlah nama Abdullah. Maka Abdul-Muththalib menuntun Abdullah sambil membawa parang, berjalan menuju Ka 'bah untuk menyembelih anaknya itu. Namun orang-orang Quraisy mencegahnya, terutama paman-pamannya dari pihak ibu dari Bani Makhzum dan saudaranya Abu Thalib. "Kalau begitu apa yang harus kulakukan sehubungan nadzarku ini?"tanya Abdul-Muththalib kebingungan. Mereka mengusulkan untuk menemui seorang dukun perempuan. Maka dia pun menemui dukun itu. Sesampainya di tempat dukun itu, dia diperintahkan untuk mengundi Abdullah dengan sepuluh ekor onta. Jika yang keluar nama Abdullah, maka dia harus menambahi lagi dengan sepuluh ekor onta, hingga Tuhan ridha. Jika yang keluar nama onta, maka onta-onta itulah yang disembelih. Maka dia keluar dari tempat dukun wanita itu dan mengundi antara nama Abdullah dan sepuluh ekor onta. Ternyata yang keluar adalah nama Abdullah. Maka dia menambahi lagi dengan sepuluh ekor onta. Setiap kali diadakan undian berikutnya, yang keluar adalah nama Abdullah, hingga jumlahnya mencapai seratus ekor onta. Baru setelah itu undian yang keluar adalah nama onta. Maka onta-onta itu pun disembelih, sebagai pengganti dari Abdullah. Daging- daging onta tersebut dibiarkan begitu saja, tidak boleh dijamah manusia maupun binatang. Tebusan pembunuhan yang memang berlaku di kalangan Quraisy dan Bangsa Arab adalah sepuluh ekor onta. Namun setelah kejadian ini, jumlahnya berubah menjadi seratus ekor onta, yang juga diakui Islam. Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa beliau bersabda, "Aku adalah anak dua orang yang disembelih. " Maksudnya adalah Isma'il Alaihis-Salam dan Abdullah. Abdul-Muththalib menikahkan anaknya, Abdullah dengan Aminah binti Wahb bin Ahdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab, yang saat itu Aminah dianggap wanita yang paling terpandang di kalangan Quraisy dari segi keturunan maupun kedudukannya. Bapaknya adalah pemuka Bani Zuhrah. Abdullah hidup bersamanya di Makkah. Tak lama kemudian Abdul- Muththalib mengutusnya pergi ke Madinah untuk mengurus korma. Namun dia meninggal di sana. Ada yang berpendapat, Abdullah pergi ke Syam untuk berdagang, lalu bergabung dengan kafilah Quraisy. Lalu dia singgah di Madinah dalam keadaan sakit, lalu meninggal di sana dan dikuburkan di Darun-Nabighah AI-Ja' dy. Saat itu umurnya dua puluh lima tahun. Abdullah meninggal dunia sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dilahirkan. Begitulah pendapat mayoritas pakar sejarah. Ada pula yang berpendapat, Abdullah meninggal dunia dua bulan setelah Rasulullah lahir. Setelah kabar kematiannya tiba di Makkah, Aminah mengenakan pakaian-pakaian serba usang, dan berkata dalam sebuah syair, "Seorang anak Hasyim telah mati di sisi Bathha menyisihkan liang lahat dii tempat yang jauh di sana banyak ajakan cita-cita yang hendak dipenuhi tidak banyak yang ditinggalkan seperti anak Hasyim ini mereka membawa tempat tidurnya di senja hari rekan-rekannya menampakkannya beramai-ramai cita-cita, dan keraguannya kian melambung dia telah banyak memberikan kasih sayang. " Warisan yang ditinggalkan Abdullah berupa lima ekor onta, sekumpulan domba, pembantu wanita Habsy, yang narnanya Barakah, dan berjuluk Ummu Aiman. Dialah wanita yang mengasuh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. |
Minggu, 03 Mei 2015
nasab dan keturunan nabi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar