Minggu, 03 Mei 2015

PENERAPAN DAN PENGEMBANGAN AKAD SYIRKAH



PENERAPAN DAN PENGEMBANGAN AKAD SYIRKAH
            A. Pengertian Syirkah
            Secara etimologi, syirkah atau perkongsian berarti percampuran, yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya, tanpa dapat di bedakan antara keduanya.
            Menurut terminologi,ulama fikih beragam pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain:
·         Menurut Malikiyah
Perkongsian adalah izin untuk mendaya gunakan harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki hak untuk bertasharruf.
·         Menurut Hanabilah
Perhimpunan adalah hak ( kewenangan ) atau pengolahan harta.
·         Menurut Syafi’iyah
Ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan cara yang mansyur ( diketahui )
·         Menurut Hanafiah
Ungkapan tentang adanya transaksi antara dua orang yang bersekutu pada pokok harta dan keuntungan.
            Apa bila diperhatikan secara seksama,definisi yang terakhir dapat dipandang paling jelas, karena mengngungkapkan hakikat perkongsian, yaitu transaksi. Adapun pengertian lainnya tampak hanya menggambarkan tujuan,pengaruh,dan hasil perkongsian.
            Landasan syirkah terdapat dalam al’quran, berikut ini:
* 4 ôMßgsù âä!%Ÿ2uŽà° Îû Ï]è=W9$#  ÇÊËÈ
            12.  mereka bersekutu dalam yang sepertiga
            B. Sifat Akad Perkongsian dan Kewenangan.
            1. Hukum Kepastian (Luzum) Syirkah
            Kebanyakan ulama fiqih berpendapat bahwa akad syirkah dibolehkan, tetapi tidak lazim. Oleh karena itu, salah seorang yang bersekutu dibolehkan membatalkan akad atas sepengetahuan rekannya untuk menghindari kemadharatan.
            2. Kewenangan Syarik ( Yang Berserikat)
            Para ahli fikih sepakat bahwa kewenangan syarik perkongsian adalah amanah, seperti dalam titipan, karena memegang atau menyerahkan harta atas izin rekannya.
            C. Hal Yang Membatalkan Syirkah
            Perkara yang membatalkan syirkah terbagi atas 2 hal,yaitu:.
            1. Pembatalan Syirkah Secara Umum
            a. Pembatalan dari salah seorang yang bersekutu
            b. Meninggalkannya salah seorang syarik
            c. Salah seorang syarik murtad
            d. Gila
            2. Pembatalan Secara Khusus Sebagian Syirkah
            a. Harta syirkah rusak
            b. Tidak ada kesamaan modal
            D. Syirkah Rusak Menurut Ulama Hanafiyah
            1. Bersekutu dalam pekerjaan yang mudah
            2. Bersekutu pada dua binatang yang berbeda
            3. Binatang yang disewakan.[1]

D. RUKUN SYIRKAH dan SYARATNYA
Rukun syirkah ada 3 perkara yaitu:
1.      Akad (ijab-qabul) juga disebut sighah,
2.      Dua pihak yang berakad (’aqidani), harus memiliki kecakapan melakukan pengelolaan harta,
3.      Objek aqad juga disebut ma’qud alaihi (surat perjanjian), separti modal atau pekerjaan.
Manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah objek, objek tersebut boleh dikelola bersama atau boleh diwakilkan.
Syarat-syarat syirkah menurut Hanafiyah adalah:
1. Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu:
a)     Yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan.
b)    Yang berkenaan dengan keuntungan yaitu pembagian keuntungan yang jelas dan diketahui oleh pihak-pihak yang bersyirkah.
2. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta) dalam hal ini terdapat dua perkara yang harus dipenuhi yaitu:
a)     Bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud).
b)    Yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan.
Menurut Malikiyah syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad adalah merdeka, baligh dan pintar.
E. MACAM-MACAM SYIRKAH
1)     Syirkah Amlak
Ialah bahwa lebih dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa akad. Adakalanya bersifat ikhnari atau jabari.
2)     Syirkah Uqud
Ialah bahwa dua orang atau lebih melakukan akad untuk bergabung dalam suatu kepentingan harta dan hasilnya berupa keuntungan. Rukunnya adalah adanya ijab dan qabul. Hukumnya menurut mazhab hanafi membolehkan semua jenis syirkah apabila syarat-syarat terpenuhi.
Macam-macam Syirkah Uqud adalah:
Syirkah Inan
Syirkah Inan adalah Kerjasama antara dua pihak atau lebih, setiap pihak menyumbangkan modal dan menjalankan usaha atau bisnis.
Contoh:
Ibrahim dan Omar bekerjasama menjalankan perniagaan burger bersama-sama dan masing-masing mengeluarkan modal 1 juta rupiah. Kerja sama ini diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah dan ijma’ sahabat. Disyaratkan bahwa modal yang dikongsi adalah berupa uang. Modal dalam bentuk harta benda seperti kereta/gerobak harus diakadkan pada awal transaksi. Kerja sama ini dibangunkan oleh konsep perwakilan (wakalah) dan kepercayaan (amanah). Sebab masing-masing pihak memberi/berkongsi modal kepada rekan kerjanya berarti telah memberikan kepercayaan dan mewakilkan usaha atau bisnisnya untuk dikelola.
Keuntungan usaha berdasarkan kesepakatan semua pihak yang bekerjasama, manakala kerugian berdasarkan peratusan modal yang dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al-Jami’ meriwayatkan dari Ali ra. yang mengatakan: “Kerugian bergantung kepada modal, sedangkan keuntungan bergantung kepada apa yang mereka sepakati”
Syirkah Abdan
Syirkah Abdan adalah kerjasama dua orang atau lebih yang hanya melibatkan tenaga (badan) mereka tanpa kerjasama modal.
Contoh:
Jalal adalah Ahli bangunan rumah dan Rafi adalah Ahli elektrik yang berkerjasama menyiapkan projek mebangun sebuah rumah. Kerjasama ini tidak harus mengeluarkan uang atau biaya. Keuntungan adalah berdasarkan persetujuan mereka.
Syirkah abdan hukumnya mubah berdasarkan dalil As-sunnah. Ibnu mas’ud pernah berkata “Aku berkerjasama dengan Ammar bin Yasir dan Saad bin Abi Waqqash mengenai harta rampasan perang badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun” (HR Abu Dawud dan Atsram). Hadist ini diketahui Rasulullah saw dan membenarkannya.
Syirkah Mudharabah
Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih dengan ketentuan satu pihak menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain mengeluarkan modal (mal).
Istilah mudharabah dipakai oleh ulama Iraq, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qiradh.
Contoh:
Khairi sebagai pemodal memberikan modalnya sebanyak 500 ribu kepada Abu Abas yang bertindak sebagai pengelola modal dalam pasar raya ikan.
Ada dua bentuk lain sebagai variasi syirkah mudharabah.
Pertama, dua pihak (misalnya A dan B) sama-sama memberikan mengeluarkan modal sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan menjalankan kerja saja.
Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal tanpa konstribusi kerja.
Kedua-dua bentuk syirkah ini masih tergolong dalam syirkah mudharabah.
Dalam syirkah mudharabah, hak melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola. Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya. Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian jika kerugian itu terjadi kerana melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
Syirkah Wujuh
Disebut Syirkah Wujuh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara dua pihak (misalnya A dan B) yang sama-sama melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang mengeluarkan modal (mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat.
Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudharabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya. Bentuk kedua syirkah wujuh adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang bersyirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya tanpa sumbangan modal dari masing-masing pihak.


Contoh:
Misalnya A dan B tokoh yang dipercayai pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang pedagang C secara kredit. A dan B bersepakat masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).
Dalam syirkah kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan nisbah barang dagangan yang dimiliki. Sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing pengusaha wujuh usaha berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujuh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan.
Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujuh) yang dimaksud dalam syirkah wujuh adalah kepercayaan keuangan (tsiqah maliyah), bukan semata-mata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur atau suka memungkiri janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya sah syirkah wujuh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan keuangan (tsiqah maliyah) yang tinggi misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan.
Syirkah Mufawadhah
Syirkah Mufawadhah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan, mudharabah dan wujuh).
Syirkah mufawadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah berdiri sendiri maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya; yaitu ditanggung oleh pemodal sesuai dengan nisbah modal (jika berupa syirkah inan) atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudharabah) atau ditanggung pengusaha usaha berdasarkan peratusan barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh).

Contoh:
A adalah pemodal, menyumbang modal kepada B dan C, dua juru tera awam yang sebelumnya sepakat bahwa masing-masing melakukan kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk menyumbang modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan yaitu B dan C sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan konstribusi kerja sahaja.
Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga wujud syirkah mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan suntikan modal di samping melakukan kerja, berarti terwujud syirkah inan di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya berarti terwujud syirkah wujuh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah mufawadhah.



[1] Rachmat syafe’i, fiqih muamalah, pustaka setia: Bandung, hlm, 183-185 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar