Minggu, 03 Mei 2015

KECERDASAN EMOSIONAL



KECERDASAN EMOSIONAL
Makalah ini Di Susun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
‘’Metode Pengembangan Sosial’’
Dosen Pengampu: Sri Dwi Astuti, M.Pd.I


 





PROPOSAL SKRIPSI



Disusun
O
L
E
H:

Nama                
Nim                    :
Jurusan             : TARBIYAH
Program studi   : Pendidikan Guru Raudatul Atfal

PENDIDIKAN GURU RAUDATUL ATFAL (PGRA)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
TAHUN 2015


I.         PEMBAHASAN

A.      Latar Belakang
Pendidikan merupakan sebuah media sosial tempat para peserta didik melakukan kegiatan interaksi sesamateman sebaya, dan merupakan salah satu media pembelajaran serta pengembangan sikap. Peserta didik yang umumnya terdiri dari individu yang masih berada pada usia transisi antara anak-anak menuju dewasa, terdapat banyak perubahan psikologis yang terjadi. Salah satu perubahan yang menonjol adalah perubahan emosional peserta didik. Hal tersebut merupakan hal yang alamiah dan wajar. Namun, perlu dikendalikan dan diawasi, karena tiap individu memiliki kecerdasan emosional yang bervariasi.
Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, adalah bagian dari tujuan dilaksanakannya pendidikan. Untuk mencapai tujuan tersebut, sudah pasti tidak semudah yang dibayangkan. Sebab secara formal, proses pendidikan itu sendiri harus dilalui dengan penjenjangan yang boleh dikatan relatif melelahkan namun berdampak positif terhadap pembentukan karakter seseorang, bahkan jati diri bangsa di sebuah negara.
Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan peserta didik menyongsong masa depan yang penuh dengan tantangan. Peserta didik yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosional, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan tidak dapat mengontrol emosinya, sehingga jauh dari nilai-nilai yang diharapkan dalam pendidikan. Sebaliknya,  peserta didik yang memiliki kecerdasan emosional akan membentuk peserta didik yang berkarakter sesuai dengan nilai-nilai pada pendidikan berkarakter. Kecerdasan emosional dapat ditunjukkan melalui kemampuan seseorang untuk menyadari apa yang dia dan orang lain rasakan.



II.      PEMBAHASAN

A.      Pengertian Kecerdasan Emosional
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas: Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan, JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu: fear (ketakutan), Rage (kemarahan), Love (cinta).
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris: emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasikan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting dari pada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang.[1] Kecerdasan emosional (EI) merupakan istilah yang belum lama dikenal baik di dunia psikologi dan sosial pada umumnya. Sebagai sandingan  IQ (intelligence Quotient), aspek terpenting EI berada pada mental dan emosi.[2]
Kecerdasan emosional dapat dikatakan sebagai kemampuan psikologis yang telah dimiliki oleh setiap individu sejak lahir. Namun, tingkatan kecerdasar emosional tiap individu berbeda, ada yang menonjol ada pula tingkat perkembangan emosionalnya rendah.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dalam intelegence, menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.[3]
Kecerdasan emosional dapat menjadikan peserta didik memiliki sikap, diantaranya:
1.         Jujur, disiplin, dan tulus pada diri sendiri, membangun kekuatan dan  kesadaran diri, mendengarkan suara hati, hormat dan tanggung jawab;
2.         Memantapkan diri, maju terus, ulet, dan membangun inspirasi secara berkesinambungan;
3.         Membangun watak dan kewibawaan,meningkatkan potensi, dan mengintegrasi tujuan belajar ke dalam tujuan hidupnya
4.         Memanfaatkan peluang dan menciptakan masa depan yang lebih cerah.[4]
Jadi dapat diartikan bahwa Kecerdasan Emosi atau Emotional Quotation (EQ) meliputi kemampuan mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang emosi dan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya. Kecerdasan emosi dapat juga diartikan sebagai kemampuan Mental yang membantu kita mengendalikan dan memahami perasaan-perasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut.

B.       Aspek-aspek dalam kecerdasan emosional
Ada beberapa aspek dalam meningkatkan kecerdasan emosional, diantara adalah sebagai berikut:[5]
1.         Mengenali emosi diri
Keterampilan ini meliputi kemampuan anda untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya anda rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, Anda harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan. Berikut adalah beberapa contoh pesan dari emosi: takut, sakit hati, marah, frustasi, kecewa, rasa bersalah, kesepian.
2.         Melepaskan emosi negatif
Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan anda untuk memahami dampak dari emosi negatif terhadap diri anda. Sebagai contoh keinginan untuk memperbaiki situasi ataupun memenuhi target pekerjaan yang membuat Anda mudah marah ataupun frustasi seringkali justru merusak hubungan Anda dengan bawahan maupun atasan serta dapat menyebabkan stres. Jadi, selama anda dikendalikan oleh emosi negatif Anda justru anda tidak bisa mencapai potensi terbaik dari diri anda. Solusinya, lepaskan emosi negatif melalui teknik pendayagunaan pikiran bawah sadar sehingga anda maupun orang-orang di sekitar Anda tidak menerima dampak negatif dari emosi negatif yang muncul.
3.         Mengelola emosi diri sendiri
Anda jangan pernah menganggap emosi negatif atau positif itu baik atau buruk. Emosi adalah sekedar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk mengatasi penyebab munculnya perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan hasil akhir dari kejadian atau peristiwa. Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat membantu Anda mencapai kesuksesan.
4.         Memotivasi diri sendiri
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati--adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang.
Ketrampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki ketrampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

5.         Mengenali emosi orang lain
Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan ketrampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Ketrampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif.
6.         Mengelola emosi orang lain
Jika ketrampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan antar pribadi, maka ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam membina hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antar manusia.
Ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antar pribadi yang kokoh dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antar korporasi atau organisasi sebenarnya dibangun atas hubungan antar individu. Semakin tinggi kemampuan individu dalam organisasi untuk mengelola emosi orang lain.
7.         Memotivasi orang lain
Ketrampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari ketrampilan mengenali dan mengelola emosi orang lain. Ketrampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja sama tim yang tangguh dan andal.




C.      Faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional
Secara umum ada dua faktor yanng mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu:[6]
1.      Faktor internal, merupakan faktor yang timbul dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang. Otak emosional dipengaruhi oleh amygdala, neokorteks, sistem limbik, lobus prefrontal dan hal-hal yang berada pada otak emosional.
2.      Faktor eksternal, merupakan faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi atau mengubah sikap pengaruh luar yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara kelompok, antara individu dipengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara misalnya media massa baik cetak maupun elektronik serta informasi yang canggih lewat jasa satelit.
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional yaitu:[7]
1.            Factor psikologis
Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor internal ini akan membantu individu dalam mengelola, mengontrol, mengendalikan dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi dalam perilaku secara efektif. Menurut Goleman kecerdasan emosi erat kaitannya dengan keadaan otak emosional. Bagian otak yang mengurusi emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Peningkatan kecerdasan emosi secara fisiologis dapat dilakukan dengan puasa. Puasa tidak hanya mengendalikan dorongan fisiologis manusia, namun juga mampu mengendalikan kekuasaan impuls emosi. Puasa yang dimaksud salah satunya yaitu puasa sunah Senin Kamis.

2.           Factor pelatihan emosi
Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan kebiasaan, dan kebiasaan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada pembentukan nilai (value). Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan berkembang menjadi suatu kebiasaan. Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa dilatih. Melalui puasa sunah Senin Kamis, dorongan, keinginan, maupun reaksi emosional yang negatif dilatih agar tidak dilampiaskan begitu saja sehingga mampu menjaga tujuan dari puasa itu sendiri. Kejernihan hati yang terbentuk melalui puasa sunah Senin Kamis akan menghadirkan suara hati yang jernih sebagai landasan penting bagi pembangunan kecerdasan emosi.
3.           Faktor pendidikan
Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk mengembangkan kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada kecerdasan akademik saja, memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta menjadikan ajaran agama sebagai ritual saja. Pelaksanaan puasa sunah Senin Kamis yang berulang-ulang dapat membentuk pengalaman keagamaan yang memunculkan kecerdasan emosi. Puasa sunah Senin Kamis mampu mendidik individu untuk memiliki kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan, peguasaan diri atau sinergi, sebagai bagian dari pondasi kecerdasan emosi. 
D.      Mengembangkan Kecerdasan Emosional dalam Pelajaran
Agar pembelajaran berlangsung optimal dan menghasilkan hasil belajar yang maksimal ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan emosi dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:[8]
1.         Menyediakan lingkungan yang kondusif.
Agar pembelajaran berlangsung optimal dan menghasilkan hasil belajar anak didik yang maksimal lingkungan harus kondusif. Lingkungan kondusif seperti jumlah peserta didik dalam suatu kelas tidak terlalu banyak. Letak sekolah jauh dari keramaian, seperti dekat pasar karena suara hiruk pikuk pasar menganggu kosentrasi pembelajaran, kelas yang bersih dan lain–lain.
2.         Menciptakan iklim pembelajaran yang demokratis.
Secara etimologis, demokrasi berasal dari yunani yakni demos berarti rakyat dan cratein yakni memerintah. Dilihat dari asal katanya, demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat, dilaksanakan oleh rakyat, dan untuk kepentingan rakyat. Demokrasi memiliki beberapa unsur penting yakni asas kemedekaan, asasa persamaan, dan asas persaudaraan. Demokrasi dalam pembelajaran bertujuan untuk melahirkan komitmen bersama bahwa pendidik dan anak didik memiliki posisi yang sedang belajar bersama sehingga kelas menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak didik sehingga mereka dapat leluasa dalam mengatualisasikan dirinya.
Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam menciptakan iklim demokrasi dalam pembelajaran adalah menempatkan kelas sebagai ruang belajar yang mendidik, memberi kepuasan tersendiri tidak lagi seperti penjara yang banyak melakukan penindasan. Karena ketika anakdidik masuk ke ruang kelas, mereka terkadang malas karena ada beberapa faktor diantaranya:
a.         Pola mengajar yang dijalankan oleh pendidik sangat otoriter sehingga anak didik harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh guru.
b.        Model pembelajaran yang membosankan hingga anak didik merasa jenuh dan tidak memiliki semangat.
c.         Pendidik tidak memberikan ruang bagi anak didik untuk menyampaikan pendapat mengenahi persoalan dalam pelajaran yang sedang dibahas.
d.        Pendidik menganggap dirinya paling pintar dan mengetahui bahan pelajaran yang disampaikan sehingga anak didik tidak perlu berkomentar apapun.
3.         Mengembangkan sikap empati, dan merasakan apa yang dirasakan oleh peserta didik.
Empati atau kecakapan sosial adalah kemampuan dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. Dalam hal pembelajaran seorang pendidik harus merasakan atu peka terhadap apa yang dirasakan oleh anak didik, misalnya jika anak didik merasa jenuh dalam pembelajaran, hendakya pendidik bisa membuat suasana lebih ceria dan menyenangkan sehingga anak didik dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik. Membantu peserta didik menemukan solusi dalam setiap masalah yang dihadapinya. Masalah yang dihadapi anak didik bukan hanya masalah sekolah (pelajaran) saja, bisa juga masalah pribadi.
Disini pendidik diharapkan dapat membantu anak didik dalam membantu menemukan solusi masalah yang dihadainya, sehingga tercipta kedekatan antara pendidik dan anak didik yang secara tidak langsung anak didik dapat menghargai apa yang disampaikan oleh (materi pelajaran) sehingga hasil belajra yang diperoleh juga optimal.
4.         Melibatkan peserta didik secara optimal dalam pembelajaran, baik secara fisik, sosial maupun emosional.
Agar pembelajaran dapat optimal dalam proses belajar mengajar perlu juga melibatkan peserta didik baik secara fisik, sosial maupun emosional. Secara fisik, seperti peserta didik disuruh mengerjakan soal di depan kelas, sedangkan secara sosial misalnya dilakukan diskusi kelompok. Dan secara emosional anak didik saling berinteraksi dengan sesama teman dan pendidik dalam pembelajaran.
5.         Merespon setiap prilaku peserta didik secara positif, dan menghindari respon negatif.
Agar pembelajaran berlangsung optimal dan menghasilkan hasil belajar yang optimal seorang pendidik dapat menanggapi atau merespon prilaku peserta didik apabila mereka mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal yang diberikan, dan tidak berkata dengan kata–kata yang menyinggung perasaan mereka seperti” mengerjakan begitu saja tidak bisa “. Hal itu mengakibatkan anak didik menjadi putus asa dan tidak mau berusaha menyelesaikan soal yang diberikan.
Disamping itu, pendidik juga bisa memberikan pujian (reward) ketika anak didik dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik dan memberi dukungan pada peserta didik jika mereka belum bisa mengerjakan soal dengan baik.
6.         Menjadi teladan dalam menegakkan aturan dan disiplin dalam pembelajaran.
Disiplin dalam pembelajaran seperti tidak terlambat pada waktu masuk kelas dan menaati peraturan yang telah disepakati bersama. Pendidik harus bisa menjadi teladan dalam menegakkan disiplin bukan hanya kata–kata belaka. Karena keteladanan dapat mempengaruhi prilaku dan tindaka peserta didik tanpa banyak kata–kata. Anak didik sekarang umumnya lebih senang melihat teladan daripada diceramahi panjang lebar.









III.   KESIMPULAN

Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan peserta didik menyongsong masa depan yang penuh dengan tantangan. Peserta didik yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosional, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan tidak dapat mengontrol emosinya, sehingga jauh dari nilai-nilai yang diharapkan dalam pendidikan. Sebaliknya,  peserta didik yang memiliki kecerdasan emosional akan membentuk peserta didik yang berkarakter sesuai dengan nilai-nilai pada pendidikan berkarakter. Kecerdasan emosional dapat ditunjukkan melalui kemampuan seseorang untuk menyadari apa yang dia dan orang lain rasakan.
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris: emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasikan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ).













DAFTAR PUSTAKA

Bradberry dan Graeaves, 2009. Taklukan Emosimu: The Way of Emotional Quotient for Your Better Life. Jogjakarta: Garailmu.
Goleman, 2000. Kecerdasan Manusia. Jakarta: Gramedia.
Maliki, S. 2009. Manajemen Pribadi Untuk Kesuksesan Hidup. Yogyakarta: Kertajaya.
            . 2009. Manajemen Pribadi Untuk Kesuksesan Hidup. Yogyakarta: Kertajaya.
Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta : PT Grasindo.








[1] Maliki, S. Manajemen Pribadi Untuk Kesuksesan Hidup.(Yogyakarta: Kertajaya, 2009), hal. 15.
[2] www.perkuliahan.com... Di akses pada tgl 10 April 2015
[3] Goleman, Kecerdasan Manusia. (Jakarta: Gramedia, 2000), hal. 180.
[4] Prayitno. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. (Jakarta : PT Grasindo, 2009), hal. 162.
[5] Goleman, Kecerdasan Manusia. (Jakarta: Gramedia, 2000), hal. 58.
[6] Maliki, S. Manajemen Pribadi Untuk Kesuksesan Hidup.(Yogyakarta: Kertajaya, 2009), hal. 25.
[7] Goleman, Kecerdasan Manusia. (Jakarta: Gramedia, 2000), hal. 267-282.
[8] Bradberry dan Graeaves, Taklukan Emosimu: The Way of Emotional Quotient for Your Better Life, (Jogjakarta: Garailmu, 2009), hal. 158-162.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar